Zaman
Peradaban Sungai Indus
Peradaban yang dulu sekali dianggap mulai didaerah hulu Sungai Indus ±
3000 tahun lalu. Kira-kira 35 tahun yang lalu Jawatan Pemeriksaan
Kebudayaan Kuno di India telah mengadakan penggalian dekat kampung
Mohenjo Daro dan Harappa dipinggir sungai Indus. Didalam
penggalian-penggalian itu didapati rupa-rupa barang yang ajaib umpamanya
perkakas-perkakas, perabot rumah tangga dl. Berhubung dengan tempat
penggalian itu masa yang dulu-dulu itu dinamai peradaban Mohenjo Daro.
Bangsa
India sekarang ini adalah bangsa campuran. Diantara bangsa-bangsa
yang memasuki India mempunyai pengaruh besar sekali atas bangsa India
adalah
bangsa Dravida dan bangsa Arya. Bagsa Arya itu berwarna putih, tubuhnya
besar dan kuat. Mereka berasal dari Asia Tengah dan kemudian hari
menduduki Iran, Mesopotamia dan Eropa Selatan. Sebagian dari bangsa itu
pindah dari Iran ke India melalui pegunungan Hindu Kush dan menaklukan
bagsa asli didaerah Punjab atau Hegri Lima Sungai. Lambat laun bangsa
Arya itu bercampur dengan bangsa asli dari bagian India Tengah dan
Selatan, ialah bangsa Dravida yang berkulit hitam. Kebudayaan bansa
Dravida mungkin lebih tua lagi dari kebudayaan bangsa Arya, Akan tetapi
sejarah bagsa asli itu di zaman perbakala elum dapat diselidiki dengan
hasil yang memuaskan.
Akan
tetapi sampai sekarang pengetahuan tentang sejarah bagsa Arya itu lebih
lengkap dan lebih terang dari pada sejarah bangsa India asli di zaman
purbakala. Bangsa Dravida lama kelamaan dipengaruhi oleh bangsa Arya,
sehingga terjadilah percampuran kebudayaan dan agama baru. Yang
menyebarkan agama Brahma kedaerah selatan ialah seorang Agastya. Dalam
Agama Hindu terdapat berbagai kepercayaan-kepercayaan, nama-nama dewa
dll. Yang nyata diambil dari kebudayaan Dravida asli. terang sekali
bahwa peraturan pemerintahan desa di India berdasar pada aturan-aturan
yang diadakan oleh bangsa Dravida. turan-aturan itu rupanya dibawa oleh
bagsa Hindu juga ke jawa wajtu mereka membentuk pemerintahan di pulau
ini.
Menurut
teori Hall seorang ahli Inggris, perhubungan antara negri Dravida
dengan Sumeria dan Chaldea di Persia di zaman purbakala sudah ada. Ini
nyata dari macam-macam peninggalan yang terdapat dalam
peninggalan-peninggalan di daerah Ur. Ia berpendapat bahwa orang Sumeria
itu berasal dari India Selatan dan termasuk suatu cabang bangsa
Dravida.
Masa Weda / Veda Periodic (1500 SM – 300 SM)
Para Aryan yang masuk ke India membawa agama yang memuja serta
mengambil hati para dewa yang melambangkan kekuatan-kekeuatan alam. Di Bawah
pengaru mentalitas religious local, system pemujaan kaum Aryan berkembang
menjadi dua aliran yang berbeda, yakni: yang ritualistic dan yang filisofis. Di
satu pihak, pemujaan terhadap alam memberikan tempat bagi perkembangan ritual
canggih yang berpusat pada berbagai macam upacara kurnam (yajna) dan hanya
boleh dilakukan oleh pendeta-pendeta professional. Upacara kurban menjadi
penting, karena pengucapan mantra secara tepat dapat membuka pintu kealam
magis, dipihak lain sebagai reaksi terhadap tradisi ritualistic, aliran
filosofis mencoba untuk menemukan kehadiran Roh atau kesadaran yang meliputi
semua di balik pluralitas para dewa. Manifestasi Roh tersebut harus dicari di
dalam kehidupan batin kesadaran manusia dan bukan di dalam upacara ritual. Pemujaan
lama dan kedua perkembangannya dimasukkan kedalam Weda.
Dua dewa utama
dalam kidung ig-Weda adalam Indra dan Agni, ini akan membantu kita memberikan
kunci untuk memahami Rig-Weda. Dewa Indra, dalam aspek kosmisnya adalah pembebas
dari air bah: dalam aspek duniawinya, ia adalah pahlawan yang memimpin kaum
Aryan berkulit kuning langsat dalam mengalahkan kaum non-Aryan yang berkulit
gelap. Indra juga dilihat sebagai penguasa alam svarloka, yakni dunia
cahaya pikiran Ilahi. Kekuatan ada/eksistensi murni yang termanifestasi sebagai
pikiran Ilahi. Dia turun kedunia kita sebagai pahlawan dengan kuda-kuda
bersinar dan menghilangkan kegelapan serta perpecahan.
Api (Agni) merujuk pada wilayah domestic dimana ia memeprtahankan
kesalehan. Dalam Weda, Agni adalah dewa yang paling penting serta paling
universal. Dalam dunia fisik, dia adalah penelan serta penikmat yang umum. Dia
juga merupakan pemurni, artinya ketika ia menelan atau menikmati, kemudian dia
juga memurnikan. Agni juga merupakan apinya hidup dan menciptakan rasa dalam
benda-benda. Jadi, segala daya dipastikan tindakannya hanya memalui dukungan
Agni.
Dewa utama ketiga adalah soma, yakni dewa minuman yang menyegarkan.
Dalam kitab Weda, soma adalah figure bagi kenikmatan Ilahi, prinsip kebahagiaan
darimana eksistensi yang mempertahankan substansi. Dalam Taittirinya Upanishad,
ananda dikatakan sebagai atmosfir eteris kenikmatan yang mutlak untuk
mempertahankan keberadaan semua. Tanaman mistik soma menyimbolkan unsure di
balik aktifitas indrawi dan kenikmatannya akan memberikan esensi Ilahi.
Ada banyak dewa yang bertugas di wilayah surgawi, udara dan bumi.
Varuna misalnya adalah dewa yang mengesankan dan bertugas di wilayah surgawu;
Indra di wilayah udara; dan Agni di wilayah bumi. Varuna merupakan
personifikasi dari udara, terang serta gelap, dan kemudian lautan. Nama Varuna
diturunkan dari akar “Vr” artinya meliputi, mencakup seperti langit. Karenanya dalam
Rig-Weda dia adalah dewa yang meliputi atau mencakup semuanyya.
Agama Rig-Weda terdiri atas pemujaan (pemberian sesajen) pada
berbagai dewa, yang seringkali dituangkan dalam api untuk dibawa kea lam dewata
di wilayah surgawi. Peran ritual dalam agama Weda tidak dapat diremehkan.
Karena diperkirakan bahwa hidupnya kembali teks-teks Weda mungkin disebabkan
oleh penggunaannya dalam ritual.
Zaman Klasik (300 SM-1000 M)
Spekulasi canggih serta mistisisme intelektual ternyata tidak dapat
memuaskan aspirasi religious manusia biasa. Reaksi ini diikuti oleh spekulasi
kelompok kecil arif bijaksana yang memisahkan diri dengan cirri-iri sebagai
berikut :
1.
Penekanan
pada moralitas, pengendalian diri dan kerja yang baik.
2.
Interpretasi
yang rasional terhadap masalah kehidupan manusia.
3.
Penolakan
terhadap ritualisme serta meghormati kehidupan dunia hewan.
4.
Kepercayaan
terhadap Tuhan personal, kepada siapa manusia dapat memuja dan mempersembahkan
devosinya.
Jika para pertapa dan arif bijaksana membimbing beberapa murid
terpilih dalam menjalankan mistisisme metafisis, maka kasta Brahmana
mengembangkan teks-teks ritual rumit yang dikenal sebagai sutra. Reaksi popular
tercermin dalam gerakan-gerakan seperti: Budhisme, Jainisme, Shaivisme, dan
Vaishnavisme.
Terdapat dua bentuk reaksi
terhadap ritual kurban model Weda, yakni: eksternal dan Internal. Teks-teks
Upanishad yang mengkritisi tradisi sebelumnya, namun masih tetap mendudukkan
serta mengidentifikasikan diri dengan Weda. Namun, pada abad ke 6 SM, di India
muncul dua gerakan utama yang mendudukkan diri mereka di luar kekolotan hukum
Weda, yakni Budhisme dan Jainisme. Dalam menghadapi tantangan inilah Hinduisme
lantas mulai meredefinisikan dirinya. Budhisme dan Jainisme memang menolak
otoritas atau tradisi Weda, terutama mengenai komitmen terhadap tujuan serta
kehidupan duniawi, institusi kasta dan tahap-tahap kehidupan, paling tidak
sebagian, jika tidak seluruhnya. Hinduisme merumuskan dirinya dalam menghadapi
tantangan ini, dengan menyatakan validitas Weda serta hukum kasta dan
tahap-tahap hidup. Pada mulanya, gesakan Budhisme dan Jainisme menarik banyak
perhatian prang dan menjadi kekuatan yang cukup besar. Jika kita elihat bukti-bukti
arkeologis dari abad ke 2 SM, sampai abad ke 2 M, maka bukti menunjukan bahwa
gelombang pasang sedang memihak pada Budhisme, dan sejumlah besar orang asing
yang masuk ke India pada waktu itu juga menjadi pengikut Budhisme.
Namun lambat laun gelombang pasang tersebut berbalik. Pendirian
dinasti Gupta di India Utara sekitar 300 M, memberikan tanda kebangkitan
kembali Hinduisme. Pada abad ke 10. Hinduisme telah berhasil secara gemilang
mendudukkan diri sebagai agama dominan di India.
Budhisme dan Jainisme
Bersama-sama dengan kaum Materialis, ketiga alitan ini disebut nastika,
artinya tidak menerima otoritas Weda. Mereka juga dimasukan ke dalam golonga heterodoks
(tidak ortodoks). Sedangakan ke enam aliran filsafat (Shad Darsana) yang
disebut astika adalah yang menerima otoritas Weda dan disebut juga
sebagai golongan ortodoks. Keduanya mengajarkan dikrtin etika yang menekankan
kesucian kehidupan hewani, sehingga berada diluar jangkauan Hinduisme kolot,
karena penolakan mereka terhadap Weda sebagai kitab suci.
Shaivisme
dan Vaishnavisme
Kedua aliran ini merupakan gerakan teistik yang sulit dilacak
asal-usulnya dan memainkan peran sangat penting dalam perkembangan Hinduisme
berikutny. Shaivisme atau agama Shiva tampaknya mulai sekitar abad ke 6 SM,
dengan menyembah dewa Rudra dalam kitab Weda. Namun segera dewa Rudra
digantikan oleh Shiva yang merupakan dewa kaum non-Aryan.
Perkembangan agama pouler membentuk sebuah tantangan begi tradisi
ritual Weda serta mistisisme metafisis awal. Untuk memenuhi tantangan ini, maka
para ritualis dan metafisikawan mulai merumuskan fondasi rasional posisi
mereka. Dari usaha untuk merasionalisasikan serta menyistematisasikan ini
melahirkan berbagai system filsafat India. Ada enam system (Sad-darsana),
yakni: Nyaya, Vaisheshika, Samkhya, Yoga, Purva-Mimamsa dan Vedanta.
Zaman Pertengahan (1000-1800 M)
Ciri utama masa ini menunjukkan fakta bahwa Islam memberikan sebuah
konteks mendasar bagi perkembangan Hinduisme sebagai teks. Hinduisme berkembang
denga baik, sampai kedatangan Islam, dalam menakomodasikan, jika bukan menyerap
semua tantangan dalam bentuk agresi dari luar dan perpecahan dari dalam. Islam
memberikan pengaruh ganda bagi Hinduisme. Di satu pihak, Oslam menganjurkan
perpindahan agama: di pihak lain, islam mendorong kecendrungan yang lebih
egaliter dan monoteistik bagi kaum Hindu. Kemudian muncu; tokoh-tokoh yang
berusaha untuk menjembatani jurang pemisah antara keduanya.
Memang ada interaksi antara Islam mistis dan Hinduisme, namun
ajaran utama Hinduisme menarik diri ke dalam kerang pelindung; dan secara
mendasar berada dalam cengkeraman keputusasaan politik, sehingga berbalik kea
rah penghiburan spiritual pada Tuhan. Hal ini terlihat dengan berkembangnya
gaya hidup sebagai pertapa atau pengunduran diri dari kehidupan duniawi. Kehidupan
sannyasin menjadi semacam pelarian diri, seperti yang dilihat dengan
jelas oleh guru Nanak. Pada sekitar abad ke 16, ke ekstriman Hinduisme terlihat
jelas dalam karya-karya puisi devosional dengan kualitas sensasional, yang
gerakannya diwakili oleh Surdas, Tulsidas, Mirabai, dan lain-lain.
Islam masuk ke wilayah India Selatan dengan disingkirkannya Deogiri
oleh Malik Kafur pada 1307. Namun reaksi kaum Hindu di Selatan cukup menarik
dan berbeda. Sejarah mencatat bahwa ketiga aliran utama Wedanda yang diwakili
oleh Shankara (abad ke 9), Ramanuja (abad ke 12) dan Madhva (abad ke 13) muncul
di Selatan. Walaupun pemikiran Ramanuja dan Madhva adalah lebih bersifat
teistik, namun masih tetap mengikuti konsep filsafat Wedanta dan bukan hanya
bersifat devosional saja. Wilayah Selatan menunjukkan kekuatan serta vitalitas
lebih besar, bukan anya secara religious, namun juga secara politis
Ciri paling meninjol pada masa Muslim (1200-1757) ini adalah
berkembangnya agama Wisnu. Dua nama besar dari Selatan adalah Vallabha
(1479-1531) dari India Selatan dan Caitanya (1486-1533) dari wilayah Bengal.
Keduanya mengajarkan jalan devosi yang berpusat pada Krishna dan Radha.
Pengaruh Islam dapat dilihat dari gerakan religious di India Utara
dengan cirri monoteisme ketat, tanpa menghiraukan perbedaan kasta dan menolak
pemujaan terhadap imaji (patung, gambar). Sebagai contoh adalah Kabir yang mengajarkan
sebuah agama univetsal berdasarkan pada realisasi personal akan Tuhan yang
tinggal di dalam hati manusia.
Zaman Modern (1800-1947)
Pengaruh kebudayaan Barat memberikan dampak menentukan bagi
Hinduisme. Wakaupun Hinduisme popular dan tradisional tetap menguasaan
masyarakat umum, nmaun orang-orang terpelajar sangat dipengaruhi ole hide-ide
baru yang datang dari Barat. Rasionalisme dan Positivisme cukup memikat pikiran
orang-orang yang tidak puas dengan Hinduisme tardisional. Berbagai gerakaan
reformasi dimulai, dimana Brahma-Samaj, Arya-Samaj dan Ramakrishna Mission merupakan gerakan yang
paling penting. Secara umum dapat dikatakan bahwa hubungan dengan Barat telah
membuat penganut Hinduisme lebih sadar akan keniscayaan untuk menyesuaikan diri
dengan mentalitas modern.
Masuknya orang-orang Inggris sebagai penjajah membuat Hinduisme
menghadapi situasi yang berbeda secara kualitatif. Masuknya penguasa Inggris
mengurangi kekuataan Islam, namun Hinduisme harus menghadapi sebuah jejuasaan baru,
yakni agama Kristen. Pada saan yang sama, Hinduisme dihadapkan dengan sebuah
ancaman baru, yakni: sains, sekularisme dan humanism. Justru melalui
inisiatifffff orang-orang Barat, pengetahuan tentang Hinduisme ditemukan
kembali dan termasuk studi atas kitab Weda.Dampak bagi pengikut Hinduisme
tampak dari pernyataan seorang tokoh nasionalis seperti Swami Vivekananda bahwa
Max Muller yang mengedit Rig-Weda dimasa modern mungkin adalah reinkarnasi dari
Sayana di masa kerajaan Vijayanagar.
Menjelang akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, perkembangan
Hinduisme mengalami sebuah proses pembalikan. Pada perkembangan sebelumnya,
tradisi Hinduisme memperkeras posisinya untuk mempertahankan otoritas Weda
karena di bawah tekanan Bidhaisme, Jainisme dan Materialisme. Di masa modern,
walaupun Hinduisme sekali lagi mendapat tekanan dari sumber Kristiani yang
rasional, modernis dan reformis, Hinduisme tidak bereaksi dengan cara yang
sama. Hinduisme sekarang meninggilan pengalaman religious diatas otoritas religious
dan tidak lagi terikat pada otoritas Weda.
Hampir semua tokoh-tokoh religious dimasa Modern seperti B.G Tilak
(1856-1920), R. Tagore (1861-1941), Sri Aurobindo (1872-1950), dan Mahatma
Gandhi (1869-1948). Semuanya mengambil inspirasi mereka dari Weda, walaupun
bukan dari otoritas Weda, dan bahkan Sri Ramana Maharshi mewajibkan pembacaan
Weda secara teratur di Ashram Tiruvannaamalai.
Sumber: http://vhiaquary.blogspot.com/2012/11/sejarah-agama-hindu-zaman-peradaban.html