Rabu, 05 Desember 2012

Kronologi Sejarah Agama Hindu

Zaman Peradaban Sungai Indus


Peradaban yang dulu sekali dianggap mulai didaerah hulu Sungai Indus ± 3000 tahun lalu. Kira-kira 35 tahun yang lalu Jawatan Pemeriksaan Kebudayaan Kuno di India telah mengadakan penggalian dekat kampung Mohenjo Daro dan Harappa dipinggir sungai Indus. Didalam penggalian-penggalian itu didapati rupa-rupa barang yang ajaib umpamanya perkakas-perkakas, perabot rumah tangga dl. Berhubung dengan tempat penggalian itu masa yang dulu-dulu itu dinamai peradaban Mohenjo Daro. 
Bangsa India sekarang ini adalah bangsa campuran. Diantara bangsa-bangsa yang memasuki India mempunyai pengaruh besar sekali atas bangsa India adalah bangsa Dravida dan bangsa Arya. Bagsa Arya itu berwarna putih, tubuhnya besar dan kuat. Mereka berasal dari Asia Tengah dan kemudian hari menduduki Iran, Mesopotamia dan Eropa Selatan. Sebagian dari bangsa itu pindah dari Iran ke India melalui pegunungan Hindu Kush dan menaklukan bagsa asli didaerah Punjab atau Hegri Lima Sungai. Lambat laun bangsa Arya itu bercampur dengan bangsa asli dari bagian India Tengah dan Selatan, ialah bangsa Dravida yang berkulit hitam. Kebudayaan bansa Dravida mungkin lebih tua lagi dari kebudayaan bangsa Arya, Akan tetapi sejarah bagsa asli itu di zaman perbakala elum dapat diselidiki dengan hasil yang memuaskan. 

Akan tetapi sampai sekarang pengetahuan tentang sejarah bagsa Arya itu lebih lengkap dan lebih terang dari pada sejarah bangsa India asli di zaman purbakala. Bangsa Dravida lama kelamaan dipengaruhi oleh bangsa Arya, sehingga terjadilah percampuran kebudayaan dan agama baru. Yang menyebarkan agama Brahma kedaerah selatan ialah seorang Agastya. Dalam Agama Hindu terdapat berbagai kepercayaan-kepercayaan, nama-nama dewa dll. Yang nyata diambil dari kebudayaan Dravida asli. terang sekali bahwa peraturan pemerintahan desa di India berdasar pada aturan-aturan yang diadakan oleh bangsa Dravida. turan-aturan itu rupanya dibawa oleh bagsa Hindu juga ke jawa wajtu mereka membentuk pemerintahan di pulau ini. 

Menurut teori Hall seorang ahli Inggris, perhubungan antara negri Dravida dengan Sumeria dan Chaldea di Persia di zaman purbakala sudah ada. Ini nyata dari macam-macam peninggalan yang terdapat dalam peninggalan-peninggalan di daerah Ur. Ia berpendapat bahwa orang Sumeria itu berasal dari India Selatan dan termasuk suatu cabang bangsa Dravida.


Masa Weda / Veda Periodic (1500 SM – 300 SM)
          Para Aryan yang masuk ke India membawa agama yang memuja serta mengambil hati para dewa yang melambangkan kekuatan-kekeuatan alam. Di Bawah pengaru mentalitas religious local, system pemujaan kaum Aryan berkembang menjadi dua aliran yang berbeda, yakni: yang ritualistic dan yang filisofis. Di satu pihak, pemujaan terhadap alam memberikan tempat bagi perkembangan ritual canggih yang berpusat pada berbagai macam upacara kurnam (yajna) dan hanya boleh dilakukan oleh pendeta-pendeta professional. Upacara kurban menjadi penting, karena pengucapan mantra secara tepat dapat membuka pintu kealam magis, dipihak lain sebagai reaksi terhadap tradisi ritualistic, aliran filosofis mencoba untuk menemukan kehadiran Roh atau kesadaran yang meliputi semua di balik pluralitas para dewa. Manifestasi Roh tersebut harus dicari di dalam kehidupan batin kesadaran manusia dan bukan di dalam upacara ritual. Pemujaan lama dan kedua perkembangannya dimasukkan kedalam Weda.

Dua dewa utama dalam kidung ig-Weda adalam Indra dan Agni, ini akan membantu kita memberikan kunci untuk memahami Rig-Weda. Dewa Indra, dalam aspek kosmisnya adalah pembebas dari air bah: dalam aspek duniawinya, ia adalah pahlawan yang memimpin kaum Aryan berkulit kuning langsat dalam mengalahkan kaum non-Aryan yang berkulit gelap. Indra juga dilihat sebagai penguasa alam svarloka, yakni dunia cahaya pikiran Ilahi. Kekuatan ada/eksistensi murni yang termanifestasi sebagai pikiran Ilahi. Dia turun kedunia kita sebagai pahlawan dengan kuda-kuda bersinar dan menghilangkan kegelapan serta perpecahan.
Api (Agni) merujuk pada wilayah domestic dimana ia memeprtahankan kesalehan. Dalam Weda, Agni adalah dewa yang paling penting serta paling universal. Dalam dunia fisik, dia adalah penelan serta penikmat yang umum. Dia juga merupakan pemurni, artinya ketika ia menelan atau menikmati, kemudian dia juga memurnikan. Agni juga merupakan apinya hidup dan menciptakan rasa dalam benda-benda. Jadi, segala daya dipastikan tindakannya hanya memalui dukungan Agni.

Dewa utama ketiga adalah soma, yakni dewa minuman yang menyegarkan. Dalam kitab Weda, soma adalah figure bagi kenikmatan Ilahi, prinsip kebahagiaan darimana eksistensi yang mempertahankan substansi. Dalam Taittirinya Upanishad, ananda dikatakan sebagai atmosfir eteris kenikmatan yang mutlak untuk mempertahankan keberadaan semua. Tanaman mistik soma menyimbolkan unsure di balik aktifitas indrawi dan kenikmatannya akan memberikan esensi Ilahi.

Ada banyak dewa yang bertugas di wilayah surgawi, udara dan bumi. Varuna misalnya adalah dewa yang mengesankan dan bertugas di wilayah surgawu; Indra di wilayah udara; dan Agni di wilayah bumi. Varuna merupakan personifikasi dari udara, terang serta gelap, dan kemudian lautan. Nama Varuna diturunkan dari akar “Vr” artinya meliputi, mencakup seperti langit. Karenanya dalam Rig-Weda dia adalah dewa yang meliputi atau mencakup semuanyya.

Agama Rig-Weda terdiri atas pemujaan (pemberian sesajen) pada berbagai dewa, yang seringkali dituangkan dalam api untuk dibawa kea lam dewata di wilayah surgawi. Peran ritual dalam agama Weda tidak dapat diremehkan. Karena diperkirakan bahwa hidupnya kembali teks-teks Weda mungkin disebabkan oleh penggunaannya dalam ritual.


Zaman Klasik (300 SM-1000 M)

Spekulasi canggih serta mistisisme intelektual ternyata tidak dapat memuaskan aspirasi religious manusia biasa. Reaksi ini diikuti oleh spekulasi kelompok kecil arif bijaksana yang memisahkan diri dengan cirri-iri sebagai berikut :
1.      Penekanan pada moralitas, pengendalian diri dan kerja yang baik.
2.      Interpretasi yang rasional terhadap masalah kehidupan manusia.
3.      Penolakan terhadap ritualisme serta meghormati kehidupan dunia hewan.
4.      Kepercayaan terhadap Tuhan personal, kepada siapa manusia dapat memuja dan mempersembahkan devosinya.
Jika para pertapa dan arif bijaksana membimbing beberapa murid terpilih dalam menjalankan mistisisme metafisis, maka kasta Brahmana mengembangkan teks-teks ritual rumit yang dikenal sebagai sutra. Reaksi popular tercermin dalam gerakan-gerakan seperti: Budhisme, Jainisme, Shaivisme, dan Vaishnavisme.

Terdapat dua bentuk reaksi terhadap ritual kurban model Weda, yakni: eksternal dan Internal. Teks-teks Upanishad yang mengkritisi tradisi sebelumnya, namun masih tetap mendudukkan serta mengidentifikasikan diri dengan Weda. Namun, pada abad ke 6 SM, di India muncul dua gerakan utama yang mendudukkan diri mereka di luar kekolotan hukum Weda, yakni Budhisme dan Jainisme. Dalam menghadapi tantangan inilah Hinduisme lantas mulai meredefinisikan dirinya. Budhisme dan Jainisme memang menolak otoritas atau tradisi Weda, terutama mengenai komitmen terhadap tujuan serta kehidupan duniawi, institusi kasta dan tahap-tahap kehidupan, paling tidak sebagian, jika tidak seluruhnya. Hinduisme merumuskan dirinya dalam menghadapi tantangan ini, dengan menyatakan validitas Weda serta hukum kasta dan tahap-tahap hidup. Pada mulanya, gesakan Budhisme dan Jainisme menarik banyak perhatian prang dan menjadi kekuatan yang cukup besar. Jika kita elihat bukti-bukti arkeologis dari abad ke 2 SM, sampai abad ke 2 M, maka bukti menunjukan bahwa gelombang pasang sedang memihak pada Budhisme, dan sejumlah besar orang asing yang masuk ke India pada waktu itu juga menjadi pengikut Budhisme.

Namun lambat laun gelombang pasang tersebut berbalik. Pendirian dinasti Gupta di India Utara sekitar 300 M, memberikan tanda kebangkitan kembali Hinduisme. Pada abad ke 10. Hinduisme telah berhasil secara gemilang mendudukkan diri sebagai agama dominan di India.
Budhisme dan Jainisme

Bersama-sama dengan kaum Materialis, ketiga alitan ini disebut nastika, artinya tidak menerima otoritas Weda. Mereka juga dimasukan ke dalam golonga heterodoks (tidak ortodoks). Sedangakan ke enam aliran filsafat (Shad Darsana) yang disebut astika adalah yang menerima otoritas Weda dan disebut juga sebagai golongan ortodoks. Keduanya mengajarkan dikrtin etika yang menekankan kesucian kehidupan hewani, sehingga berada diluar jangkauan Hinduisme kolot, karena penolakan mereka terhadap Weda sebagai kitab suci.

Shaivisme dan Vaishnavisme

Kedua aliran ini merupakan gerakan teistik yang sulit dilacak asal-usulnya dan memainkan peran sangat penting dalam perkembangan Hinduisme berikutny. Shaivisme atau agama Shiva tampaknya mulai sekitar abad ke 6 SM, dengan menyembah dewa Rudra dalam kitab Weda. Namun segera dewa Rudra digantikan oleh Shiva yang merupakan dewa kaum non-Aryan.
Perkembangan agama pouler membentuk sebuah tantangan begi tradisi ritual Weda serta mistisisme metafisis awal. Untuk memenuhi tantangan ini, maka para ritualis dan metafisikawan mulai merumuskan fondasi rasional posisi mereka. Dari usaha untuk merasionalisasikan serta menyistematisasikan ini melahirkan berbagai system filsafat India. Ada enam system (Sad-darsana), yakni: Nyaya, Vaisheshika, Samkhya, Yoga, Purva-Mimamsa dan Vedanta.

Zaman Pertengahan (1000-1800 M)

Ciri utama masa ini menunjukkan fakta bahwa Islam memberikan sebuah konteks mendasar bagi perkembangan Hinduisme sebagai teks. Hinduisme berkembang denga baik, sampai kedatangan Islam, dalam menakomodasikan, jika bukan menyerap semua tantangan dalam bentuk agresi dari luar dan perpecahan dari dalam. Islam memberikan pengaruh ganda bagi Hinduisme. Di satu pihak, Oslam menganjurkan perpindahan agama: di pihak lain, islam mendorong kecendrungan yang lebih egaliter dan monoteistik bagi kaum Hindu. Kemudian muncu; tokoh-tokoh yang berusaha untuk menjembatani jurang pemisah antara keduanya. 

Memang ada interaksi antara Islam mistis dan Hinduisme, namun ajaran utama Hinduisme menarik diri ke dalam kerang pelindung; dan secara mendasar berada dalam cengkeraman keputusasaan politik, sehingga berbalik kea rah penghiburan spiritual pada Tuhan. Hal ini terlihat dengan berkembangnya gaya hidup sebagai pertapa atau pengunduran diri dari kehidupan duniawi. Kehidupan sannyasin menjadi semacam pelarian diri, seperti yang dilihat dengan jelas oleh guru Nanak. Pada sekitar abad ke 16, ke ekstriman Hinduisme terlihat jelas dalam karya-karya puisi devosional dengan kualitas sensasional, yang gerakannya diwakili oleh Surdas, Tulsidas, Mirabai, dan lain-lain.

Islam masuk ke wilayah India Selatan dengan disingkirkannya Deogiri oleh Malik Kafur pada 1307. Namun reaksi kaum Hindu di Selatan cukup menarik dan berbeda. Sejarah mencatat bahwa ketiga aliran utama Wedanda yang diwakili oleh Shankara (abad ke 9), Ramanuja (abad ke 12) dan Madhva (abad ke 13) muncul di Selatan. Walaupun pemikiran Ramanuja dan Madhva adalah lebih bersifat teistik, namun masih tetap mengikuti konsep filsafat Wedanta dan bukan hanya bersifat devosional saja. Wilayah Selatan menunjukkan kekuatan serta vitalitas lebih besar, bukan anya secara religious, namun juga secara politis

Ciri paling meninjol pada masa Muslim (1200-1757) ini adalah berkembangnya agama Wisnu. Dua nama besar dari Selatan adalah Vallabha (1479-1531) dari India Selatan dan Caitanya (1486-1533) dari wilayah Bengal. Keduanya mengajarkan jalan devosi yang berpusat pada Krishna dan Radha.

Pengaruh Islam dapat dilihat dari gerakan religious di India Utara dengan cirri monoteisme ketat, tanpa menghiraukan perbedaan kasta dan menolak pemujaan terhadap imaji (patung, gambar). Sebagai contoh adalah Kabir yang mengajarkan sebuah agama univetsal berdasarkan pada realisasi personal akan Tuhan yang tinggal di dalam hati manusia.


Zaman Modern (1800-1947)

Pengaruh kebudayaan Barat memberikan dampak menentukan bagi Hinduisme. Wakaupun Hinduisme popular dan tradisional tetap menguasaan masyarakat umum, nmaun orang-orang terpelajar sangat dipengaruhi ole hide-ide baru yang datang dari Barat. Rasionalisme dan Positivisme cukup memikat pikiran orang-orang yang tidak puas dengan Hinduisme tardisional. Berbagai gerakaan reformasi dimulai, dimana Brahma-Samaj, Arya-Samaj dan  Ramakrishna Mission merupakan gerakan yang paling penting. Secara umum dapat dikatakan bahwa hubungan dengan Barat telah membuat penganut Hinduisme lebih sadar akan keniscayaan untuk menyesuaikan diri dengan mentalitas modern.

Masuknya orang-orang Inggris sebagai penjajah membuat Hinduisme menghadapi situasi yang berbeda secara kualitatif. Masuknya penguasa Inggris mengurangi kekuataan Islam, namun Hinduisme harus menghadapi sebuah jejuasaan baru, yakni agama Kristen. Pada saan yang sama, Hinduisme dihadapkan dengan sebuah ancaman baru, yakni: sains, sekularisme dan humanism. Justru melalui inisiatifffff orang-orang Barat, pengetahuan tentang Hinduisme ditemukan kembali dan termasuk studi atas kitab Weda.Dampak bagi pengikut Hinduisme tampak dari pernyataan seorang tokoh nasionalis seperti Swami Vivekananda bahwa Max Muller yang mengedit Rig-Weda dimasa modern mungkin adalah reinkarnasi dari Sayana di masa kerajaan Vijayanagar.

Menjelang akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, perkembangan Hinduisme mengalami sebuah proses pembalikan. Pada perkembangan sebelumnya, tradisi Hinduisme memperkeras posisinya untuk mempertahankan otoritas Weda karena di bawah tekanan Bidhaisme, Jainisme dan Materialisme. Di masa modern, walaupun Hinduisme sekali lagi mendapat tekanan dari sumber Kristiani yang rasional, modernis dan reformis, Hinduisme tidak bereaksi dengan cara yang sama. Hinduisme sekarang meninggilan pengalaman religious diatas otoritas religious dan tidak lagi terikat pada otoritas Weda.

Hampir semua tokoh-tokoh religious dimasa Modern seperti B.G Tilak (1856-1920), R. Tagore (1861-1941), Sri Aurobindo (1872-1950), dan Mahatma Gandhi (1869-1948). Semuanya mengambil inspirasi mereka dari Weda, walaupun bukan dari otoritas Weda, dan bahkan Sri Ramana Maharshi mewajibkan pembacaan Weda secara teratur di Ashram Tiruvannaamalai.

Sumber: http://vhiaquary.blogspot.com/2012/11/sejarah-agama-hindu-zaman-peradaban.html

0 komentar: